Malam itu, angin laut berhembus lembut di ujung Provinsi Jawa timur, Pulau Paliat. Suasana itu menyelimuti rumah kayu kecil yang berdiri kokoh di tepi pantai. Dalam keterbatasan tanpa listrik, Dina (15 tahun) duduk di dekat jendela, memandangi langit bertabur bintang—satu-satunya cahaya alami yang menerangi malam mereka. Di sampingnya, Grace (11 tahun) tertidur lelap setelah seharian membantu mengurus rumah. Perjuangan dua saudari tersebut saling meguatkan dalam setiap langkah, menghadapi hari-hari tanpa kehadiran orang tua di sisi mereka.
Sejak tahun 2023, Dina dan Grace hidup hanya berdua di pulau kecil ini. Kedua orang tua mereka merantau ke Bali untuk mencari nafkah, meninggalkan mereka dengan tanggung jawab yang lebih besar dari yang seharusnya ditanggung anak seusia mereka. Dina kehilangan ayahnya karena harus berpisah, dan Grace, yang baru saja menjadi mualaf di tahun yang sama, menghadapi perjalanan spiritualnya seorang diri.
Grace menghadapi perjalanan spiritualnya dengan penuh tantangan. Di usianya yang masih muda, ia memilih Islam sebagai jalan hidupnya, sebuah keputusan yang membawa perubahan besar dalam kesehariannya. Beruntung, sekolahnya memberikan dasar-dasar ajaran Islam yang membantunya memahami rukun iman dan rukun Islam. Namun, ia sadar bahwa belajar agama tidak cukup hanya di sekolah.
Di rumah, Dina menjadi sosok yang selalu mendampinginya. Setiap hari, Dina dengan sabar menuntunnya dalam menghafal doa, mengajarinya cara berwudhu dengan benar, serta memastikan bahwa Grace tidak merasa sendirian dalam perjalanannya mengenal Islam. Ketika Grace ragu atau menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, Dina dengan telaten membantunya mengeja setiap huruf hijaiyah hingga akhirnya ia bisa membaca lebih lancar.
Bersama Dina, Grace merasa lebih kuat. Dalam keterbatasan mereka di Pulau Paliat, dua saudari tersebut saling menguatkan, tidak hanya perjuangan menjalani hidup, tetapi juga dalam menemukan makna spiritual yang lebih dalam.
Setiap hari, Dina bangun lebih pagi, menyiapkan makanan, mencuci pakaian, dan memastikan rumah tetap bersih. Grace selalu membantu semampunya, berusaha menjadi saudara yang bisa diandalkan. Mereka bersekolah dengan tekad kuat, menyusun masa depan di tengah kondisi yang serba kurang. Di antara suara ombak dan angin laut yang membelai, ada mimpi yang terus mereka jaga.
Mungkin bagi banyak orang, masa remaja adalah tentang bermain dan menikmati kebersamaan dengan keluarga. Tapi bagi Dina dan Grace, masa remaja adalah tentang bertahan dan belajar menjadi dewasa lebih cepat dari yang seharusnya. Mereka tidak meminta belas kasihan. Mereka hanya kesempatan, yaitu kesempatan untuk belajar, untuk berkembang, dan untuk membuktikan bahwa mereka bisa melampaui semua rintangan.
Hingga suatu hari, tim Human Initiative datang ke rumah kecil mereka. Dina dan Grace menerima kejutan dari Sahabat Inisiator berupa hadiah kebaikan yang berisi paket sembako untuk kebutuhan sehari-hari. Sebuah bentuk kepedulian yang mengingatkan bahwa mereka tidak sendiri, bahwa di luar sana ada tangan-tangan yang ingin membantu mereka bangkit. Senyum bahagia terukir di wajah mereka, bukan hanya karena hadiah yang diterima, tetapi juga karena merasakan kehangatan kepedulian sesama.
Mari kita saling menguatkan. Mari kita bantu mereka yang membutuhkan. Karena di balik kesunyian dan gelapnya malam, ada banyak anak seperti Dina dan Grace yang tetap bersinar dengan harapan.
Sahabat Inisiator, kalian dapat membantu anak-anak seperti Dina dan Grace dengan berdonasi di solusipeduli.org atau sebarkan kisah mereka melalui media sosial kalian. Terima kasih ya atas inisiatif baik kalian. Semoga perjuangan dua saudari tersebut dapat menjadi motivasi kita untuk terus memberi dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
*Nama disamarkan untuk melindungi pemegang hak program