Fakta Pilu Paramedis dan Jurnalis Palestina, Sebagai Warga Sipil Pekerja Kemanusiaan 

20 Oktober 2023
Fakta Pilu Paramedis dan Jurnalis Palestina, Sebagai Warga Sipil Pekerja Kemanusiaan 

Human Initiative – Serangan Israel kepada Palestina telah memasuki hari ke-14. UN OCHA melalui reliefweb.int (19/10) telah mendata jumlah warga sipil Palestina yang mengungsi, terluka, dan meninggal dunia. Dari data yang terhimpun oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada di antaranya warga sipil pekerja kemanusiaan yang terdiri dari paramedis dan jurnalis. 

Dalam laporan bertajuk ‘Hostilities in the Gaza Strip and Israel | Flash Update #12’ menyebutkan data warga sipil yang terdampak di Palestina. Laporan yang rilis pada 18 Oktober 2023 ini mendata setidaknya sebanyak 3.478 warga sipil meninggal dunia dan 12.500 warga sipil terluka di Gaza. Sedangkan di Tepi Barat sebanyak 64 warga sipil meninggal dunia dan 1.284 warga sipil terluka. 

Jumlah korban terus meningkat dalam setiap serangan ini, termasuk warga sipil yang memiliki profesi sebagai paramedis dan jurnalis. Melansir dari Republika.id, setidaknya 37 dokter dan paramedis Palestina telah meninggal dunia karena berbagai serangan militer Israel di Gaza. Bahkan, serangan ini telah membuat 33 rumah sakit dan klinik serta 23 ambulans tidak lagi dapat beroperasi. 

Kondisi serupa juga menerpa jurnalis di Palestina. Mengutip dari Gatra.com, Serikat Jurnalis Palestina (PJS) mengungkapkan bahwa jurnalis telah menjadi sasaran sejak agresi militer Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023. Dalam catatannya, sebanyak 11 jurnalis meninggal dunia dan 20 lainnya terluka. 

 

Ancaman dan Serangan 

Dikutip dari Republika, pekan lalu Israel meminta mengosongkan semua rumah sakit di Gaza Utara dan pusat Kota Gaza untuk melakukan serangan udara. Akan tetapi, Kementerian Kesehatan Palestina menolaknya dan seluruh staf rumah sakit yang mendapat ancaman tidak pernah meninggalkan pasien rentan. 

“… tidak mungkin mengevakuasi orang yang sakit dan terluka,” ujar Direktur Rumah Sakit al-Awda, salah satu rumah sakit yang mendapat ancaman Israel. 

Sejak 7 Oktober 2023, setidaknya sebanyak 22 rumah sakit menerima ancaman serangan udara dari militer Israel. Dua di antaranya adalah Rumah Sakit Baptis Al-Ahli al-Arabi di Kota Gaza dan Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara. 

Tanpa peringatan, peristiwa serangan udara militer Israel ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli al-Arabi di Kota Gaza (17/10) mengakibatkan lebih dari 500 warga sipil meninggal dunia. Sebelum serangan ini, setidaknya 37 dokter dan paramedis Palestina telah meninggal dunia. 

Begitu juga dengan para jurnalis di Palestina. Serikat Jurnalis Palestina (PJS) dalam Gatra.com menyebutkan, tidak hanya meninggal dunia dan terluka. Beberapa jurnalis dilaporkan masih hilang, yaitu jurnalis foto Nidal al-Wahidi yang bekerja sebagai produser di al-Najah TV, dan Haitham Abdel Wahed dari Ain Media Media Agency. Bahkan 20 rumah jurnalis serta 50 kantor pusat media dan cabang telah dibom. Termasuk di antaranya kantor media populer seperti Al Jazeera dan AFP. 

 

Mencederai Hukum Humaniter Internasional 

Banyak yang telah menuding, Israel dengan kekuatan militernya telah mencederai Hukum Humaniter Internasional. International Committee of the Red Cross (ICRC) memiliki bacaan mengenai Hukum Humaniter Internasional. Disebutkan bahwa konvensi-konvensi Jenewa mengatur perlindungan dan perlakuan empat kategori yang tidak, atau tidak lagi, berpartisipasi dalam permusuhan konflik bersenjata internasional. Satu di antaranya adalah penduduk sipil. 

“Masyarakat sipil yang memenuhi kriteria ini disebut dengan ‘orang-orang yang dilindungi’. Di dalamnya termasuk juga orang-orang tanpa kewarganegaraan, pengungsi internal, pengungsi, dan jurnalis,” tulis ICRC. 

Selain itu, orang-orang yang dilindungi ini juga harus dikumpulkan dan dirawat apabila dalam kondisi tidak berdaya. Untuk itu, dalam pelaksanaan kegiatan medis oleh personel, unit, dan transportasi medis juga sangat dihormati dan dilindungi. 

Mengutip dari VoA Indonesia, UNESCO menyebutkan pekan pertama konflik Palestina-Israel menjadi pekan yang paling mematikan bagi jurnalis. Meski begitu, kehadiran jurnalis untuk mewartakan fakta adalah sebuah keharusan. 

“Memiliki jurnalis yang bisa berada di lokasi untuk merekam berbagai peristiwa, sangat penting untuk memahami apa yang sedang terjadi dan agar ada akuntabilitas di sana. Terutama karena jumlah warga sipil yang terlibat,” ujar Rachel Oswald dari National Press Club, mengutip dari VoA Indonesia.

 

Sumber Data:

  1. https://reliefweb.int/report/occupied-palestinian-territory/hostilities-gaza-strip-and-israel-flash-update-12-enarhe
  2. https://www.republika.id/posts/46787/cerita-pilu-pengeboman-rumah-sakit-al-ahli
  3. https://www.gatra.com/news-582764-internasional-pjs-11-wartawan-terbunuh-dan-50-media-sasaran-israel-sejak-agresi-di-gaza.html
  4. https://www.voaindonesia.com/a/setidaknya-15-jurnalis-terbunuh-di-gaza-keamanan-peliputan-dipertanyakan/7316530.html 

Sumber Foto:

  1. A Palestinian wounded in Israeli strikes is brought to Shifa Hospital in Gaza City. (AP: Ali Mahmoud)
  2. The damage at al-Ahli Arab Hospital in Gaza. (Al Jazeera: Abdelhakim Abu Riash)
  3. Mourners, including colleagues, carry the bodies of Palestinian journalists Mohammed Subh and Saeed al-Taweel in Gaza City. (Reuters: Arafat Barbakh) 

 

 

0

Sahabat Inisiator Butuh Bantuan?

Telp/Whatsapp

+62-812-8080-4561