Isu Pengungsi Dunia, Perjuangan Mendapatkan Rasa Aman

Isu Pengungsi Dunia, Perjuangan Mendapatkan Rasa Aman

18 November 2022

Konvensi 1951 tentang status pengungsi menetapkan istilah pengungsi (Refugee) sebagai orang yang meninggalkan negara asal atau tempat tinggalnya. Mereka meninggalkan hidup, rumah, kepemilikan bahkan keluarga. Berbeda dengan “Migrasi”, kepindahan pengungsi berlangsung secara terpaksa. Penyebabnya dapat bermacam-macam dan yang paling umum adalah ketakutan yang beralasan akan penganiyaan. Itu semua karena alasan ras, agama, kebangsaan, pilihan politik atau keberpihakan kepada kelompok tertentu.

Terdapat 2 istilah untuk mereka yang berpindah dari tempat tinggal mereka ke lokasi lain secara terpaksa. Kedua istilah tersebut adalah “Refugee” dan “Displacement”. Refugee adalah sebutan untuk pengungsi yang berpindah secara terpaksa dari negara asal ke negara lain. Sedangkan Displacement  adalah pengungsi yang secara terpaksa berpindah namun masih dalam lingkup domestik atau dalam negeri. Biasanya kepindahan tersebut akibat bencana alam atau konflik dalam negeri yang tidak harus sampai mengungsi ke luar negeri.

Lalu Seberapa Besar Isu Pengungsi di Dunia?

 

UNHCR menyebutkan, di 2019 jumlah pengungsi dunia mencapai angka 20,4 juta pengungsi. Angka tersebut merupakan gabungan berbagai macam pengungsi baik antar negara, dalam negeri, imigran, pencari suaka dan lain sebagainya. Suriah menjadi negara dengan jumlah pengungsi terbanyak.

 

 

Para pengungsi tersebut mendapat perlindungan dari negara asalnya karena mereka terpaksa meninggalkan negara asal. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka menjadi tanggung jawab komunitas internasional.

 

Di Indonesia sendiri, menurut UNHCR di tahun 2020 terdapat 13,653 pengungsi dari luar negeri yang berada di Indonesia dengan 3,796 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur. Jumlah tersebut didominasi oleh pengungsi dari Afghanistan sebanyak 7,634 pengungsi. Disusul dengan Somalia, Iraq, Myanmar, sudan dan negara lain.

 

Pengungsi sendiri mendapat perlindungan dari hukum internasional. Yang paling utama adalah Konvensi Jenewa 1951 yang berdiri pasca Perang Dunia II dan berlanjut dengan Konvensi 1967. Konvensi tersebut berisi kewajiban negara-negara anggota untuk melindungi pengungsi yang melarikan diri dari persekusi atau penganiyaan.

Sementara itu, Indonesia bukanlah bagian dari Konvensi pada tahun 1951 ataupun 1967. Satu-satunya regulasi yang Indonesia miliki terkait dengan pengungsi adalah Perpres 125 tahun 2016. Namun, peraturan ini hanya membahas penanganan pengungsi di situasi darurat, tidak sampai melindungi pengungsi hingga jangka panjang.

 

Lalu Seberapa Rentan Kondisi Pengungsi?

 

Kehidupan para pengungsi berada di tengah ketidakpastian. Psikologis mereka terganggu karena trauma dan rasa takut. Mereka hidup tanpa ada jaminan sosial ataupun Kesehatan sehingga sangat rentan jika menderita penyakit. Untuk Para anak-anak, mereka harus terpisah dari keluarga.  Lebih dari itu, secara hukum dan legal mereka belum terlindungi, sehingga jika terjadi hal yang tidak diinginkan, mereka tidak memiliki dokumen legal yang mendukung.

Bersyukur di Indonesia, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud RI) memberikan arahan melalui surat edaran mengenai Pendidikan anak anak pengungsi di Indonesia. Termasuk akses mereka untuk dapat bersekolah di sekolah formal dengan syarat dan ketentuan tertentu.

 

Sahabat Inisiator, Human Initiative dalam kampanye #NyalakanHarapan kali ini juga mengajak kalian untuk bersama-sama mengukir senyum di wajah para pengungsi di Indonesia, khususnya anak-anak. Kalian dapat berpartisipasi melalui solusipeduli.org/bantupengungsiindonesia. Donasi kalian sangat berarti untuk #NyalakanHarapan mereka. Terima kasih atas inisiatif baik kalian.

0

Sahabat Inisiator Butuh Bantuan?

Telp/Whatsapp

+62-812-8080-4561